
Setelah perang, Oppenheimer menjadi kepala Institute for Advanced Study di Princeton dari tahun 1947 hingga 1966. Selama periode tersebut, ia juga menjabat sebagai ketua Komite Penasihat Umum Komisi Energi Atom. Ia menentang pengembangan bom hidrogen yang diusulkan oleh komisi tersebut pada bulan Oktober 1949. Pada tahun 1963, Presiden AS Lyndon B. Johnson memberikan Penghargaan Enrico Fermi dari Komisi Energi Atom kepada Oppenheimer sebagai penghargaan atas jasanya.
Setelah pensiun dari Institute for Advanced Study pada tahun 1966, Oppenheimer meninggal karena kanker tenggorokan pada tahun berikutnya. Warisannya sebagai seorang ilmuwan terkemuka dan kiprahnya dalam pengembangan bom atom tetap meninggalkan jejak berharga dalam sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di balik popularitasnya sebagai ‘ayah dari bom atom’, ada fakta-fakta menarik dan tersembunyi yang layak untuk diungkap.
1. Dari Ilmuwan Menjadi Filosof
Sebelum menggeluti riset fisika, Oppenheimer mengejar studi dalam bidang bahasa dan filosofi. Ia memiliki ketertarikan mendalam terhadap sastra klasik, puisi, dan bahasa Sanskerta. Perpaduan antara kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan humaniora mencerminkan kepribadiannya yang kompleks dan mendalam.
2. Bahasa Rahasia: Sandi dan Kode
Selama masa muda, Oppenheimer memiliki ketertarikan yang kuat terhadap linguistik dan keahlian dalam bahasa. Hal ini memungkinkannya untuk berkontribusi pada pemecahan kode dan mendekripsi pesan rahasia selama Perang Dunia II. Kecakapannya dalam menganalisis pesan terenskripsi membantu menguraikan komunikasi musuh.
**3. Nama Sandi “J. Robert”
Saat aktif berpartisipasi dalam proyek Manhattan, Oppenheimer menggunakan nama samaran “J. Robert” untuk menghindari kecurigaan dan menjaga kerahasiaan perannya dalam proyek tersebut. Nama panggilan ini juga membantu melindungi keluarga dan orang-orang terdekatnya dari potensi ancaman terkait proyek rahasia tersebut.
4. Sisi Artistiknya
Oppenheimer bukan hanya seorang ilmuwan, tetapi juga seorang seniman di hati. Ia gemar menggambar dan melukis, bahkan ketika bekerja di Los Alamos dalam proyek Manhattan, ia tetap menyempatkan waktu untuk menyalurkan bakat seninya. Kesenangannya pada seni menjadi kontras menarik dengan perannya dalam pengembangan senjata yang mematikan.
5. Ketertarikan pada Agama dan Filosofi Timur
Oppenheimer tidak hanya terbatas pada tradisi dan pemikiran Barat. Ia memiliki ketertarikan mendalam pada agama dan filosofi Timur, terutama ajaran Hindu dan Bhagavad Gita. Bahkan, saat menyaksikan uji coba Trinity, ledakan nuklir pertama yang berhasil, ia mengutip kata-kata dari kitab suci tersebut, “Saya menjadi Kematian, pemusnah dunia.”
6. Dilema Etika
Setelah bom atom pertama berhasil diuji coba, Oppenheimer dilanda dilema etika yang mendalam. Keberhasilan proyek ini memicu pemikirannya tentang dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh senjata nuklir. Ia menjadi vokal dalam upaya pengendalian senjata nuklir dan menekankan pentingnya perdamaian dunia.
7. Pengusiran dari Program Nuklir